Pola Pikir Bertumbuh (Growth
Mindset)
Assalamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh !!
Alhamdulillah... senantiasa kita persembahkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena atas izin_Nya kita semua dalam keadaan sehat wal afiat selalu.
Pada kesempatan ini,mari secara bersama-sama belajar mengenal sedikit Pengantar Pembelajaran Mendalam yang sedang ramai diperbincangkan dikalangan guru dan akademisi.Tulisan ini, semoga dapat memberikan secercah pencerahan kepada kita semua terutama kepada Rekan-rekan Guru di SD Negeri 5 Gu.Silakan dibaca dan dipahami karena diakhir TULISAN ini disediakan TEST
Terimakasih atas perhatiannya dan Mohon Maaf atas segala kekurangannya.
A. Konsep Dasar Pola Pikir (Mindset)
Banyak orang yang bertanya : Mana yang lebih penting Pola Pikir (Mindset) dibandingkan dengan Ketrampilan (Skillset). Untuk menjelaskan hal ini, kita perlu mempelajari konsep MST(set) atau Mindset, Skillset dan Toolset seperti yang dijelaskan dalam buku The Next Rules of Work : The Mindset, Skillset and Toolset to Lead Your Organization Through Uncertainty, Bolles (2021) yang secara sederhana dapat dijelaskan lewat gambar di bawah ini.
Pola Pikir (Mindset) didefinisikan
sebagai cara melihat dan cara berpikir seseorang terhadap sebuah peristiwa (how
to see and how to think) yang berguna untuk memperluas (broaden) cara melihat
dan berpikir, Kumpulan Ketrampilan (Skillset) didefinisikan sebagai pengetahuan
dan pengalaman yang berguna untuk memperdalam (deepen) saat mempelajari sesuatu
dan Alat-alat (Toolset) didefinisikan sebagai kumpulan Metode dan Alat yang
berguna untuk mempertajam (sharpen) dalam menganalisis sebuah peristiwa atau
masalah. Dari gambar di atas tampak jelas bahwa Pola Pikir adalah fondasi dari
Kumpulan Ketrampilan dan juga
Alat-alat sehingga tanpa Pola
Pikir yang tepat maka 2 unsur di atasnya tidak akan berguna. Oleh karena itu
kita sering mendengar ungkapan: Pola Pikir Lebih Penting dari pada Ketrampilan
(Mindset Over Skillset).
1. Pola Pikir Bertumbuh (Growth
Mindset)
Seorang prosefor psikologi dari Universitas Stanford Prof Carol S. Dweck telah mengembangkan konsep Pola Pikir Bertumbuh (PPB) yang saat ini telah digunakan dalam berbagai bidang baik untuk kalangan bisnis maupun pendidikan. PPB dikembangkan oleh Prof Dweck berdasarkan penelitiannya yang sangat panjang terkait perilaku dan sikap orang pada saat berhadapan dengan tantangan, hambatan dan kesulitan. Dalam bukunya Mindset: The New Psychology of Success, Prof Dweck menjelaskan tentang jenis-jenis pola piker yaitu: Pola Pikir Tetap (PPT) dan Pola Pikir Bertumbuh (PPB) sebagai jawaban dari pertanyaan: Mengapa Manusia Berbeda-beda? Dua jenis Pola Pikir dapat dijelaskan sebagai berikut:
– PPT adalah orang yang memiliki
keyakinan bahwa kecerdasaan dan ketrampilan bersifat tetap dan tidak bisa
diubah lagi secara signifikan.
– PPB adalah orang yang memiliki keyakinan bahwa kecerdasan dan kemampuan bisa dikembangkan secara tidak terbatas lewat proses belajar dan berusaha.
Prof Dweck juga melakukan
penelitian yang sangat mendalam terkait perbedaan karakteristik antara PPT dan
PPB dalam 5 area kunci (key-areas) yaitu: tantangan, hambatan, usaha, kritik
dan sukses orang lain. Dalam buku The Growth Mindset Coach, Brock dan
Hundley (2016) dijelaskan perbedaan antara
PPT dan PPB di 5 area kunci itu seperti yang tercantum dalam Table berikut ini.
Dalam PISA 2018, OECD bekerjasama dengan Prof Dweck untuk menyisipkan Survei Pola Pikir dalam asesmennya yang diikuti oleh 600.000 murid berusuia 15 tahun dari 79 negara. Dalam rilisnya pada tanggal 21 April 2021 via daring karena pada saat itu lagi masa Pandemi Covid-19, OECD menyampaikan kesimpulan utamanya yaitu : terdapat korelasi positif antara jumlah murid yang memiliki PPB dengan nilai akademik di suatu negara. Negara dengan jumlah murid yang memiliki PPB tinggi akan memiliki nilai akademis yang tinggi pula dan sebaliknya. OECD juga menjelaskan bahwa dari 79 negara peserta PISA 2018 ada 6 negara yang memiliki jumlah murid yang memiliki PPB sangat rendah yaitu kurang dari 40% dan salah satunya adalah Indonesia yaitu 2 dari 3 murid kita terindikasi memiliki PPT dan berada di peringkat ke.3 dari bawah.
2. Dari Pola Pikir Tetap ke Pola
Pikir Bertumbuh
Dalam Pembelajaran Mendalam, guru
memiliki tiga peran baru yaitu sebagai: activator, collaborator dan builder
learning culture. Agar dapat menjalankan
peran baru ini dengan baik, guru harus memiliki ketrampilan untuk mendorong murid
yang memiliki PPT agar bisa menjadi PPB lewat 4 langkah seperti yang telah
dijelaskan oleh Prof Dweck dalam situsnya www.mindsetworks.com yaitu:
Suara PPT adalah suara-suara yang menimbulkan kekhawatiran dalam diri seseorang pada saat menghadapi tantangan dan hambatan sebaliknya suara PPB adalah suara-suara yang memunculkan optimisme dalam kondiri yang tidak sesuai dengan harapan atau lebih tepatnya tetap bertindak positif dalam situasi negatif. Tabel berikut menunjukkan perbandingan antara Suara PPT dengan Suara PPB.
Universitas Stanford memiliki
sebuah pusat penelitian riset terapan yaitu The Project for Education Research
That Scales (PERTS) di mana Prof Dweck dan koleganya melakukan penelitian
tentang pola pikir dan salah satunya yang cukup popular adalah Intervensi Pola
Pikir – IPP yang dirancang untuk meningkatkan prestasi akademik murid dan
sekaligus sebagai alternatif dari Intervensi Psikologi lainnya yang dikenal
dengan The Sense of Purpose
Intervention yaitu intervensi untuk memberi pemahaman kepada murid apa tujuan dari mereka belajar. IPP bertujuan untuk memberi pemahaman kepada murid bahwa perjuangan pada saat menghadapi tantangan, hambatan dan kesulitan dalam belajar hanyalah sebuah proses dalam belajar dan bukan indikasi dari kegagalan atau kelemahan. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara IPP dengan peningkatan nilai akademik murid. Berikut adalah langkah demi langkah untuk melakukan IPP oleh guru kepada muridnya.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa murid yang mendapat IPP memiliki nilai yang lebih tinggi dari murid yang tidak mendapatkan IPP dan berdasarkan temuan-temuan riset ini PERTS mengembangkan Mindset Kit (www.mindset.org) yang berisi RPP, aneka Kegiatan serta Video yang bisa dimanfaatkan oleh para guru untuk mengajarkan PPB kepada para muridnya didalam kelas dalam rangka membentuk apa yang disebut dengan Growth Mindset Classroom.
4. Membangun Komunitas Belajar
Membangun Komunitas Belajar merupakan fondasi utama untuk mengembangkan PPB di sekolah yang terdiri dari beberapa macam hubungan yaitu : hubungan guru dengan murid, hubungan guru dengan orangtua serta hubungan guru dengan guru. Hubungan guru dan murid adalah sangat penting sebab ini adalah proses awal dari pembentukan PPB di dalam kelas yang berlandaskan lima dimensi seperti yang ada dalam buku The Growth Mindset Coach, Brock dan Hundley (2016) yaitu:
a. Murid mengetahui bahwa gurunya
yakin kepada kemampuan muridnya dalam belajar
b. Murid menghormati dan menyukai
gurunya
c. Murid mau meminta masukan dari
gurunya
d. Murid sadar bahwa nilai
akademik yang diperoleh tidak lebih penting dari pada perkembangan diri mereka
sendiri
e. Murid merasa aman dengan gurunya
Hubungan guru dan murid akan semakin kuat bila guru menerapkan “Aturan Emas” dalam mengajar yaitu : Perlakukan murid sebagaimana Anda ingin diperlakukan. Berdasarkan hal ini, tidak bakal ada lagi guru yang arogan atau diktator kepada muridnya sehingga setiap ada peraturan maka akan berlaku untuk murid dan juga guru. Bila ada guru yang melanggarnya maka tidak perlu malu untuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya sebab inilah contoh dari PPB.
Membangun hubungan positif dengan orangtua murid juga tidak kalah pentingnya apalagi untuk kelas rendah seperti TK dan SD. Guru dengan PPT mungkin menganggap orantua tua tidak peduli dengan pendidikan anakanya dan semuanya diserahkan ke pihak sekolah, namun sebaliknya guru dengan PPB akan berusaha agar orangtua mau terlibat secara aktif dengan Pendidikan anaknya sehingga tertarik untuk mengetahui perkembangan anaknya. Guru mengetahui bahwa orangtua murid memiliki potensi yang besar untuk ikut serta dalam meningkatkan prestasi anaknya dan mereka akan berjuang untuk mencari berbagai cara untuk merealisasikannya. Pemanfaatan media sosial merupakan sarana yang sangat handal sehingga tidak ada hambatan waktu dan ruang bagi guru untuk berkomunikasi dengan para orangtua.
5. Pujian Pribadi dan Pujian
Proses
Cara guru memberi pujian atau kritik juga menjadi faktor yang sangat menentukan tipe pola pikir yang akan terbentuk pada muridnya. Dalam artikel How Not to Talk to Your Kid oleh Bronson (2007) di New York Magazine, Prof Dweck menceritakan percobaan yang dia lakukan pada 400 murid SD kelas 5 di New York yang diberikan tes dengan soal-soal yang mudah untuk diselesaikan. Seusai tes, murid dibagi menjadi dua kelompok lalu masing-masing diberi dua jenis pujian yaitu:
“Kamu pasti pintar” dan “Kamu
pasti sudah bekerja keras”
Selanjutnya murid diberi tes kedua dengan dua pilihan soal yaitu : soal yang mudah dikerjakan seperti tes yang pertama dan soal yang jauh lebih sulit untuk dijawab, guru memberi tahu bahwa soal yang sulit ini akan memberi murid banyak kesempatan untuk belajar. Menariknya, murid yang dipuji dengan “Kamu pasti pintar” (Pujian Pribadi) lebih banyak memilih soal tes yang mudah sementara itu lebih dari 90% murid yang dipuji dengan “Kamu pasti sudah bekerja keras” (Pujian Proses) memilih soal yang jauh lebih sulit.
Berdasarkan penelitian ini, Prof Dweck menyimpulkan bahwa murid yang diberi Pujian Pribadi cendrung akan memiliki PPT sebab mereka akan haus akan pujian-pujian tanpa peduli dengan proses belajar, di lain pihak murid yang diberi Pujian Proses akan memiliki PPB sebab proses belajar dan berusaha adalah lebih penting dari pada sekedar nilai.
6. Kesalahan Yang Produktif
(Productive Failure)
Seorang profesor psikologi di Hong Kong Institute of Education, Prof Manu Kapur melakukan penelitian yang sangat pendalam tentang Productive Failure – PF. Penelitiannya menunjukkan bahwa bila murid diberi kesempatan untuk mencoba dan berjuang dalam memecahkan masalah dan mencari solusi, mereka akan lebih mudah memahami dan bisa menerapkan informasi yang mereka dapatkan dalam perjuangan itu di kesempatan berikutnya. Prof Kapur juga telah melakukan penelitian tentang teori PF ini di beberapa sekolah di Singapura yang dikenal dengan proyek Singapore Learning to Fail. Dalam penelitian ini, murid dibagi menjadi dua kelompok lalu diberi perlakuan yang berbeda yakni dalam bentuk dua instruksi yang berbeda untuk penyelesaian soal Matematika. Kelompok pertama diberi instruksi yang eksplisit dan cara yang jelas untuk menyelesaikan soal, sementara itu kelompok kedua tidak diberi instruksi yang jelas, mereka diminta untuk berkolaborasi dengan teman-temannya untuk mencari cara menyelesaikan soal.
Mudah didiuga, kelompok pertama bisa menjawab semua soal dengan benar dan sebaliknya kelompok kedua tidak mampu menyelesaikan soal yang diberikan. Namun Prof Kapur mencatat bahwa kelompok kedua ini lebih banyak menghabiskan waktunya untuk membahas berbagai ide, strategi untuk menyelesaikan soal itu.
7. The Power of YET
Salah satu prinsip penting dalam mengembangkan PPB adalah konsep yang disebut dengan The Power of YET - PoY dimana setiap kalimat negatif yang memiliki kata “tidak” akan berubaha menjadi kata “belum” dengan penambahan kata YET di ujung kalimatnya.
Dengan berubahnya kata tidak menjadi belum maka setiap kesalahan atau kegagalan akan berubah makna menjadi “pembelajaran” sebab terbuka kesempatan untuk mencoba kembali. Dengan prinsip PoY tidak ada lagi istilah “tidak bisa” melainkan yang ada adalah “belum bisa”, tidak ada lagi istiah “tidak lulus” yang ada adalah “belum lulus”. Dengan menggunakan prinsip PoY ini guru dapat mendorong murid untuk mengembangkan PPB nya.
Sebaliknya prinsip The Tyranny of NOW – ToN akan mendorong murid memiliki PPT sebab semuanya akan dinilai pada “saat ini” dan tidak ada kesempatan untuk mengulang dan memperbaiki bila terjadi kesalahan atau kegagalan. Prinsip ToN akan menutup peluang murid untuk belajar dari kesalahan dan kegagalan sehingga pada akhirnya murid akan berpikir : saya tidak bisa, saya tidak mengerti dan akhirnya saya tidak lulus.Pintu sudah ditutup oleh ToN dan murid akan terjebak dalam PPT nya.
8. Target Performa dan Target
Pembelajaran
Seorang psikolog pendidikan dari Michican State University Prof Carol Ames telah merancang sebuah sistem pembelajaran yang disebut TARGET yang berguna untuk membedakan ruang kelas yang memiliki struktur “Target Performa” dengan kelas yang memiliki struktur “Target Pembelajaran”. Sistem ini mengacu pada enam dimensi (Task, Authority, Recognition, Grouping,Evaluation, Time) dari sebuah ruang kelas seperti yang terdapat dalam Tabel dibawah ini.
Dalam bukunya The Self-Theoris (2000) Prof Dweck menunjukkan hasil penelitiannya pada sekolompok murid SMP yang sedang mempelajari materi baru dalam pelajaran Sains. Pada kelas yang berorientasi pada Target Performa, guru mengurutkan murid berdasarkan kecerdasan dan nilai yang diperolehnya sehingga terbentuklah sekelompok murid “pintar” yang sangat disenangi oleh gurunya. Bagi guru yang menjadi patokan hanyalah “kesamaan”(equality) dalam tugas, waktu, produk dan hasil, sementara itu di kelas yang berorientasi pada Target
Pembelajaran yang menjadi patokan Adalah “kesetaraan” (equity) sehingga ada personalisasi tugas dengan skema waktu yang fleksibel serta mengakomodasi keunikan dan cara belajar murid. Prof Dweck menyimpulkan bahwa kelas yang berorientasi Target Performa akan cendrung mendorong murid memiliki PPT sebab sedikit ruang untuk memperbaiki diri bagi sekelompok murid yang termasuk “kurang pintar”, namun sebaliknya di kelas yang berorientasi Target Pembelajaran akan menjadi tempat berkembangnya PPB sebab setiap murid akan diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dalam belajar.
9. Pembelajaran Berbasis Otak
(Brain Based Learning)
Konsep PPB yang dikembangkan oleh Prof Dweck telah menarik minat dari para ahli Neurosains untuk meneliti kaitannya terutama dengan prinsip Plastisitas Otak yaitu kemampuan otak untuk berubah. Pada saat murid sedang belajar ada sinyal elektrik yang dipancarkan melalui sebuah jalur yang disebut axon.Sinyal itu akan diterima oleh struktur-struktur kecil yang bercabang-cabang yang keluar dari neuron yang disebut dendrite dan akan disampaikan ke badan sel – cell body, tempat sinyal itu bisa dikirim keluar lagi untuk terhubung dengan neuron lain sehingga terbentuklah sinaps.
Bila seorang murid mengalami kesulitan dalam belajar dan terus berupaya untuk memahaminya maka akan semakin banyak jalur yang dibuat oleh neuron dan bila sering dilewati (murid mengulang-ulang pelajaran) maka jalur ini akan semakin kuat sehingga neuron bisa mengirimkan sinyal lebih banyak dan lebih cepat. Ini berarti seorang murid sedang belajar dan mengingat lebih banyak dan lebih cepat
Seorang professor Matematika di Universitas Stanford yang pernah menjadi mahasiswa Prof Dweck mengatakan dalam bukunya Mathematical Mindset bahwa ketika murid membuat sebuah kesalahan pada saat belajar maka otak murid itu akan memicu aktifitas otaknya yang tidak terjadi pada saat mereka mendapatkan jawaban yang benar dengan mudah. Prof Boaler mengatakan bahwa untuk murid dengan PPB, akan mengalami pertumbuhan otak yang sangat signifikan pada saat mereka mebuat kesalahan dan terus mencoba lagi.
Oleh karena itulah Prof Boaler
menegaskan bahwa pelajaran Matematika seharusnya lebih banyak berorientasi pada
Target Pembelajaran dan bukan pada demonstrasi penguasaan konsep dan formula
yang lebih berorientasi pada Target Performa dengan ciri soal-soal yang
memiliki jawaban tunggal.
Dengan Target Pembelajaran, murid diberikan soal yang lebih terbuka sehingga terbuka peluang untuk pembelajaran yang lebih mendalam (deeper learning) dari pada sekedar mencari jawaban yang benar.
Berdasarkan cara alami kerja neuron, seorang ahli tentang otak dan pembelajaran Prof Tony Buzan dari Buzan Center UK telah menciptakan sebuah Alat Belajar (Learning Tool) yang disebut Peta Pikiran (Mind Map®). Peta Pikiran ini dibuat persis seperti cara alami kerja otak dalam belajar sehingga dapat membantu murid dalam menyusun berbagai informasi yang diperoleh selama belajar, Peta Pikiran ini sangat mendukung pendekatan pembelajaran yang bersifat Konstruktivisme karena murid dapat mendapat pemahaman yang mendalam dan komprehensif lewat proses kontruksi informasi-informasi yang mereka kumpulkan dalam belajar.
Sebuah Peta Pikiran dibentuk oleh beberapa
komponen seperti yangditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Proses penyusunan sebuah Peta
Pikiran dapat dilakukan secara tahap demi tahap seperti berikut ini.
a. Mulai dari tengah dengan Ide
Pokok (Central Idea - CI) yang bisa berupa nama proyek dalam PjBL atau judul
masalah dalam PBL atau topik/tema yang akan dipelajari.
b. Selanjutnya dibuat
Cabang-cabang Utama (Basic Ordering Ideas – BOI) yang laksana bab dalam sebuah
buku atau sub-bab/tema dalam sebuah bab/tema atau 5W1H dari sebuah topik/tema.
c. Untuk setiap Cabang Utama,
dilengkapi dengan informasi-informasi detil yang terkait dan disusun secara
Kategori dan Hirarki (Category & Hierachy).
d. Peta Pikiran dapat memiliki
Korelasi yang berbentuk garis putus-putus yang
menghubungkan sebuah
Kategori/Hirarki dengan Kategori/Hirarki lainnya
yang memiliki kaitan informasi.
e. Peta Pikiran dapat pula
dilengkapi dengan warna (unik untuk setiap BOI beserta Kategori/Hirarkinya)
serta ditambahkan dengan aneka icon atau gambar yang sesuai dengan informasi
yang ada.
Berikut contoh sebuah Peta Pikiran
dari Kerangka Kerja PM yang diadopsi dari Naskah Akademik Pembelajaran
Mendalam.
Selanjutnya Kerangka Kerja PM ini diubah formatnya menjadi Peta Pikiran seperti di bawah ini dengan mengikuti tahap demi tahap yang ada yaitu :
1. CI: Pembelajaran Mendalam
2. BOI: ada 4 yaitu: Kerangka
Pembelajaran, Pengalaman Belajar, Prinsip Pembelajaran dan Dimensi Profil
Lulusan.
3. C/H: disesuaikan untuk setiap
BOI
Secara umum aplikasi Peta Pikiran
dalam pembelajaran dapat dibagi dua yaitu:
Note Taking yaitu pada saat merangkum sebuah bacaan atau tulisan yang sifatnya mengorganisir ide atau informasi dari orang lain sehingga proses yang terjadi adalah mengubah tulisan linier menjadi Peta Pikiran.
Aplikasi yang kedua disebut Note Making yaitu pada saat membuat kerangka dari karangan atau laporan yang sifatnya mengorganisir ide atau informasi milik sendiri sehingga proses yang terjadi adalah membuat Peta Pikiran lalu diubah menjadi tulisan linier.
Dua proses Note Taking dan Note Making ini ditunjukkan oleh Gambar dibawah ini yang merupakan 2 ketrampilan paling mendasar dari kegiatan membaca.
SOAL LATIHAN














Tidak ada komentar:
Posting Komentar