Suasana Idul Adha 1444 H/2023 M |
Assalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.Alahamdulillah kembali kita bersyukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta'ala karena hingga saat ini kita semua masih dalam keadaan sehat wal afiat selalu.
Pada kesempatan kali ini,blogspot alisi abu,kembali hadir menyapa Anda dimanapun kalian berada. Semoga sehat dan sukses selalu. Adapun tema pembahasan yang diangkat pada kesempatan ini adalah .....Pelaksanaan Idul Adha Terdapat Perbedaan Hari Dalam Pelaksanaannya.Bagaimana menyikapinya?
Untuk mengetahuinya,yuk ...silakan simak sampai akhir pada pembahasan berikut ini !
Pada kesempatan kali ini,blogspot alisi abu,kembali hadir menyapa Anda dimanapun kalian berada. Semoga sehat dan sukses selalu. Adapun tema pembahasan yang diangkat pada kesempatan ini adalah .....Pelaksanaan Idul Adha Terdapat Perbedaan Hari Dalam Pelaksanaannya.Bagaimana menyikapinya?
Untuk mengetahuinya,yuk ...silakan simak sampai akhir pada pembahasan berikut ini !
Pelaksanaan Idul Adha Terdapat
Perbedaan Hari Dalam Pelaksanaanya. Bagaimana menyikapinya ?
Idul Adha (bahasa Arab: عيد الأضحى) adalah sebuah hari raya dalam
agama Islam. Hal ini memperingati peristiwa Kurban, yaitu ketika
Nabi Ibrahim Alaihis Salam bersedia mengorbankan
putranya Isma'il Alaihis Salam sebagai wujud kepatuhan/ketaatan
terhadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebelum Ibrahim Alaihis Salam mengorbankan putranya, Allah menggantikan
Ismail Alaihis Salam dengan domba. Untuk memperingati kejadian ini, hewan
ternak disembelih sebagai kurban setiap tahun.
Umat Islam di seluruh dunia selalu rindu dengan tanah suci. Di sanalah terkumpul jutaan doa kebaikan sebagai bekal untuk menghadapi akhirat. Keutamaan ibadah haji pun begitu spesial,
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammadan Rasulullah, menegakkan salat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibadah haji merupakan kewajiban umat muslim apabila ia mampu dari segi fisik dan biaya. Ibadah haji wajib bagi orang yang mampu karena perjalanan ke Tanah Suci membutuhkan banyak persiapan yang memerlukan biaya banyak serta membutuhkan kesiapan fisik serta kesiapan batin bagi yang akan menjalaninya.
Umat Islam di seluruh dunia selalu rindu dengan tanah suci. Di sanalah terkumpul jutaan doa kebaikan sebagai bekal untuk menghadapi akhirat. Keutamaan ibadah haji pun begitu spesial,
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammadan Rasulullah, menegakkan salat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadhan”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ibadah haji merupakan kewajiban umat muslim apabila ia mampu dari segi fisik dan biaya. Ibadah haji wajib bagi orang yang mampu karena perjalanan ke Tanah Suci membutuhkan banyak persiapan yang memerlukan biaya banyak serta membutuhkan kesiapan fisik serta kesiapan batin bagi yang akan menjalaninya.
Ibadah haji merupakan syariat yang diturunkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada
hamba-Nya. Ibadah Haji ialah rukun Islam yang difardhukan kepada setiap muslim
yang memiliki kemampuan untuk menunaikannya baik fisik,phsikis maupun materi.
Pada tanggal 10 Dzulhijjah kita merayakan Hari Raya Idul Adha
yang biasa kita kenal dengan Hari Raya Qurban. Hari Raya Idul Adha ini hampir
sama dengan Hari Raya Idul Fitri, pada pagi hari melakukan sholat ied di lapangan
atau masjid. Namun ada suasana yang berbeda. Jika Idul Fitri, setelah sholat
ied, kita berkeliling kerumah kerabat atau saudara. Sedangkan pada Idul
Qurban, setelah sholat ied, kita menyembelih hewan qurban yang dibagikan kepada
yang ada di sekitar tempat tinggal maupun sanak famili dan haindaitaulan serta
kaum kerabat.
Pengertian dan Dalil
Haji
Secara bahasa, haji berasal dari kata al-Hajj yang artinya "menyengaja sesuatu". Sedangkan, menurut syariat Haji berarti menyengaja mengunjungi Baitullah di Mekah untuk melaksanakan rangkaian ibadah yang telah diatur ketentuan dan tata caranya dalam syariat Islam.
Hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi orang Islam yang mampu. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surah Ali-Imran ayat 97 yang menjelaskan bahwa haji hukumnya wajib untuk seseorang yang mampu dan dilaksanakan sekali dalam seumur hidupnya.
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya: "Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran: 97)
Hari raya Idul Adha identik dengan menyembelih hewan kurban bagi umat Islam yang mampu menunaikannya. Inilah mengapa Idul Adha disebut Hari Raya Kurban. Hewan yang disembelih untuk ibadah kurban pun beragam, mulai dari sapi, kambing, domba, kerbau, maupun unta. Bukan hanya Hari Raya Kurban, istilah Idul Adha juga kerap kali disebut sebagai Lebaran Haji.
Secara bahasa, haji berasal dari kata al-Hajj yang artinya "menyengaja sesuatu". Sedangkan, menurut syariat Haji berarti menyengaja mengunjungi Baitullah di Mekah untuk melaksanakan rangkaian ibadah yang telah diatur ketentuan dan tata caranya dalam syariat Islam.
Hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi orang Islam yang mampu. Sebagaimana Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam surah Ali-Imran ayat 97 yang menjelaskan bahwa haji hukumnya wajib untuk seseorang yang mampu dan dilaksanakan sekali dalam seumur hidupnya.
فِيهِ ءَايَٰتٌۢ بَيِّنَٰتٌ مَّقَامُ إِبْرَٰهِيمَ ۖ وَمَن دَخَلَهُۥ كَانَ ءَامِنًا ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلْعَٰلَمِينَ
Artinya: "Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali Imran: 97)
Hari raya Idul Adha identik dengan menyembelih hewan kurban bagi umat Islam yang mampu menunaikannya. Inilah mengapa Idul Adha disebut Hari Raya Kurban. Hewan yang disembelih untuk ibadah kurban pun beragam, mulai dari sapi, kambing, domba, kerbau, maupun unta. Bukan hanya Hari Raya Kurban, istilah Idul Adha juga kerap kali disebut sebagai Lebaran Haji.
Penyebutan
Lebaran Haji untuk hari raya Idul Adha tak lepas dari pelaksanaan ibadah haji
di Tanah Suci setiap Zulhijah.Pada 9 Zulhijah, umat Islam yang menunaikan ibadah
haji tengah melaksanakan puncak ibadah, yakni wukuf di Padang Arafah. Wukuf
adalah ritual ibadah haji yang mengajarkan umat Islam untuk meninggalkan
aktivitas sejenak. Kegiatan ini bertujuan agar jemaah dapat merenungkan diri,
seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim setelah menerima perintah Allah untuk
mengorbankan Nabi Ismail. Sementara itu, bertepatan dengan wukuf di Arafah atau
hari Arafah, bagi umat Islam yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunahkan
untuk menjalankan puasa Arafah. Adapun ganjarannya, sebagaimana terdapat dalam
hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, adalah menghapus dosa selama dua
tahun. "Puasa hari Arafah dapat menghapus dosa satu tahun yang lalu dan
satu tahun akan datang."
Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah.Pada hari Idul Adha, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Id bersama-sama di tanah lapang atau di masjid. Setelah salat, penyembelihan hewan kurban dilaksanakan. Sepertiga daging hewan dikonsumsi oleh keluarga yang berkurban, sementara sisanya disedekahkan atau dibagikan kepada orang lain. Terkadang Idul Adha disebut pula sebagai Idul Kurban atau Lebaran Haji.
Idul Adha jatuh pada tanggal 10 bulan Zulhijah.Pada hari Idul Adha, umat Islam berkumpul pada pagi hari dan melakukan salat Id bersama-sama di tanah lapang atau di masjid. Setelah salat, penyembelihan hewan kurban dilaksanakan. Sepertiga daging hewan dikonsumsi oleh keluarga yang berkurban, sementara sisanya disedekahkan atau dibagikan kepada orang lain. Terkadang Idul Adha disebut pula sebagai Idul Kurban atau Lebaran Haji.
Namun
pada tahun 2023 Masehi ini atau Idul Adha 1444 Hijiriah tahun ini, terdapat
perbedaan hari dalam pelaksanaannya.Ada sebagian Muslimin Indonesia melaksanakannya
hari Rabu tanggal 28 Juni 2023 berdasarkan hasil Hisab mereka (bertepatan
dengan pelaksanaan Idul Adha di kota Suci Mekkah dan Madinah), dan ada pula
yang melaksanakannya pada hari Kamis tanggal 29 Juni 2023 berdasarkan Rukyatul
Hilal Pemerintah Republik Indonesiai.
Nah,kalau terdapat perbedaan seperti
ini,bagaimana menyikapinya ?
Untuk menyikapinya, sebaiknya kita coba perhatikan dalil berikut ini !
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
يَسْئَلُونَكَ
عَنِ اْلأَهِلَّةِ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَن
تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِن ظُهُورِهَا وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَى وَأْتُوا الْبُيُوتَ
مِنْ أَبْوَابِهَا وَاتَّقُوا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Mereka bertanya kepadamu tentang hilal.
Katakanlah :”Hilal itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat)
haji; Dan bukanlah kebaktian memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebaktian itu ialah kebaktian orang yang bertaqwa. Dan masuklah ke rumah-rumah
itu dari pintu-pintunya; dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
[al-Baqarah/2 :189]
Untuk menyikapinya, sebaiknya kita coba perhatikan dalil berikut ini !
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Kaum
muslimin diperintahkan Allah untuk mengikuti dan mencontoh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh syari’atnya. Demikian pula yang
berkaitan dengan penentuan ibadah besar seperti puasa Ramadhan, Idul Fithri dan
Haji. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara tegas
mengajarkan cara penentuannya dengan rukyat hilal (melihat hilal) dengan mata
dan bila terhalang mendung atau yang sejenisnya maka dengan cara menyempurnakan
bulan Sya’ban 30 hari (untuk Ramadhan atau Ramadhan 30 hari untuk Syawal).
Rasulullah Salallahu Alaihi Wasalam bersabda mengenai perintah berpuasa jika
melihat hilal:
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Artinya: Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal bulan baru), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka genapkanlah (menjadi 30 hari). (HR. al-Bukhari dan Muslim)
إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَاقْدُرُوا لَهُ
Artinya: Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal bulan baru), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka genapkanlah (menjadi 30 hari). (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Demikianlah contoh dan ajaran Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam permasalahan ini, sehingga hukum berpuasa
Ramadhan dan berbuka dari bulan Ramadhan bergantung kepada rukyatul hilal,begitu
pula pelaksanaan Idul Adha penetapannya berdasarkan Rukyatul Hilall.Dan yang
menetapkannya adalah Penguasa atau Pemerintahan kaum Muslimin berdasarkan Hilal
awal terbitnya bulan.
Mengapa harus Penguasa atau Pemerintah
Kaum Muslimin yang menetapkannya ?
Ta’at kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ
“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)
Sebagai seorang Muslim yang berakal yang tidak mendahulukan hawa nafsunya dalam bertindak dan berbuat dalam menyikapi suatu keadaan,cobalah sejenak kita renungkan kisah emas berikut ini :
Ta’at kepada pemimpin adalah suatu kewajiban sebagaimana disebutkan dalam Al Kitab dan As Sunnah. Di antaranya Allah Ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (QS. An Nisa’ [4] : 59)
أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّوَجَلَّ , وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ تَأَمَّرَ عَلَيْكَ عَبْدٌ
“Saya memberi wasiat kepada kalian agar tetap bertaqwa kepada Allah ‘azza wa jalla, tetap mendengar dan ta’at walaupun yang memerintah kalian seorang hamba sahaya (budak)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, Hadits Hasan Shahih)
Sebagai seorang Muslim yang berakal yang tidak mendahulukan hawa nafsunya dalam bertindak dan berbuat dalam menyikapi suatu keadaan,cobalah sejenak kita renungkan kisah emas berikut ini :
Pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi
Tholib radhiyallahu ‘anha ada seseorang yang bertanya kepada beliau, “Kenapa
pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah), sedangkan
pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak?
Ali Radhiallahu anhu,menjawab,
“Karena pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi rakyatnya adalah orang-orang seperti aku dan sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah orang-orang seperti kalian (orang yang selalu mendahulukan hawa nafsunya dalam bertindak )”
Fakta sejarah sebenarnya dapat dijadikan
sebagai pelajaran yang amat berharga bagi kaum yang berakal yang tidak
mendahulukan hawa nafsunya dalam menyikapi suatu keadaan.
Dalam sejarah,fakta apakah yang dapat
dijadikan pelajaran untuk menyikapi adanya perbedaan dalam pelaksanaan Idul
Adha atau yang semisalnya?
Sampai abad ke-13 Hijiriah kaum Muslimin tentunya telah tersebar ke berbagai pelosok negeri dipermukaan bumi ini dengan pemerintahan sendiri-sendiri.Dari sekian banyaknya negeri kaum Muslimin tersebut bukan sesuatu yang tidak mungkin pastilah akan terjadi perbedaan dalam pelaksanaan puasa Ramadhan,Idul Fitri ataupun Idul Adha.Namun mereka tetap memegang teguh prinsip ketaatan kepada penguasa mereka,dalam hal menetapkan hilal pada bulan-bulan tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah yang berkenaan dengan hilal awal bulan,seperti Ramadhan,Syawal dan Zulhijah.Mereka tidaklah saling bertanya ataupun mencari informasi apakah di negeri tertentu sudah 1 Ramadhan atau belum.
Pada abad ke-14 Hijiriah atau tahun 2023
Masehi,dengan kemajuan informasi dan teknologi saat ini,umat Muslim benar-benar
diuji.Apakah mereka kaum Muslimin masih memegang teguh prinsip ketaatan kepada
penguasa atau tidak dalam hal penentuan dan penetapan hilal yang berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah tertentu.Ruang dan waktu tak ada lagi sekat diantara
berbagai negeri untuk saling mengetahui keadaan di masing-masing negara,sehingga
hal ini benar-benar menjadi suatu ujian bagi kaum Muslimin,apakah mereka tetap
teguh dengan prinsip ketaatan kepada penguasanya atau tidak.
Ali Radhiallahu anhu,menjawab,
“Karena pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjadi rakyatnya adalah orang-orang seperti aku dan sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah orang-orang seperti kalian (orang yang selalu mendahulukan hawa nafsunya dalam bertindak )”
Sampai abad ke-13 Hijiriah kaum Muslimin tentunya telah tersebar ke berbagai pelosok negeri dipermukaan bumi ini dengan pemerintahan sendiri-sendiri.Dari sekian banyaknya negeri kaum Muslimin tersebut bukan sesuatu yang tidak mungkin pastilah akan terjadi perbedaan dalam pelaksanaan puasa Ramadhan,Idul Fitri ataupun Idul Adha.Namun mereka tetap memegang teguh prinsip ketaatan kepada penguasa mereka,dalam hal menetapkan hilal pada bulan-bulan tertentu yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah yang berkenaan dengan hilal awal bulan,seperti Ramadhan,Syawal dan Zulhijah.Mereka tidaklah saling bertanya ataupun mencari informasi apakah di negeri tertentu sudah 1 Ramadhan atau belum.
Bila ada diantara kaum Muslimin, tidak dengar dan taat,
dikhawatirkan hadits Rasulullah, berikut ini akan menimpa dirinya.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (no. 1851), dari Abdullah ibn Umar radhiallahu anha, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah ` bersabda, “Barangsiapa melepas tangannya (baiatnya) dalam mentaati pemimpin, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat dengan tanpa memiliki hujjah, dan barangsiapa meninggal dalam keadaan tiada baiat di pundaknya maka matinya seperti mati jahiliyah.”Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dalam Ushul As Sunnah hal. 64, berkata, “Wajib mendengar dan menaati para pemimpin dan amirul mukminin yang baik maupun yang fajir (berbuat kerusakan).
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya (no. 1851), dari Abdullah ibn Umar radhiallahu anha, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah ` bersabda, “Barangsiapa melepas tangannya (baiatnya) dalam mentaati pemimpin, ia akan bertemu dengan Allah di hari kiamat dengan tanpa memiliki hujjah, dan barangsiapa meninggal dalam keadaan tiada baiat di pundaknya maka matinya seperti mati jahiliyah.”Imam Ahmad bin Hanbal, sebagaimana dalam Ushul As Sunnah hal. 64, berkata, “Wajib mendengar dan menaati para pemimpin dan amirul mukminin yang baik maupun yang fajir (berbuat kerusakan).
Demikianlah pembahasan tentang bagaimana menyikapi apabila terdapat perbedaan hari dalam pelaksanaan Idul Adha. ataupun yang semisalnya.
Sekian dan terimakasih.Semoga sehat dan sukses selalu.Sampai jumpa pada postingan berikutnya.